Sunday, November 23, 2008

Berani Menghadapi Kenyataan


PEMAHAMAN ALKITAB PEMUDA REMAJA
Pekan Pendidikan Kristen Tahun 2006
Sabtu, 12 Agustus 2006


Tema : BERANI MENGHADAPI KENYATAAN
Bacaan : I Samuel 17: 40-58.
Tujuan : Peserta memiliki kemauan untuk melaksanakan pendidikan yang berkenan kepadaNya.
1. Nyanyian Pembukaan
2. Doa Pembukaan
3. Pembacaan Alkitab : Lukas 2: 41 – 52.
4. Pengantar PA
Sudah lama disadari bahwa manusia adalah makhluk multidimensional. Ia tidak hanya terdiri dari tubuh saja, namun juga memiliki jiwa atau roh. Manusia yang berkembang sempurna adalah manusia yang berkembang dalam semua segi kehidupannya, baik segi yang jasmani maupun yang rohani.
Secara naluriah, orang tua akan memberikan perhatian pada pertumbuhan jasmani anaknya. Mereka memberikan anaknya makan dan menjaga kesehatannya. Kebutuhan akan makanan sangat diutamakan, karena tanpa makanan si anak tidak akan bertahan hidup.
Untuk kebutuhan yang sifatnya rohani, orang tua memberi kasih sayang, perhatian, juga termasuk di dalamnya pendidikan. Pendidikan diberikan agar si anak memiliki ilmu dan kepandaian untuk dapat bertahan hidup dan berkembang di kelak kemudian hari. Para penyelenggara pendidikan juga sangat sadar, bahwa pendidikan manusia harus menyangkut semua aspek diri manusia, sehingga semua aspek tadi harus dikembangkan, yakni aspek kognitif, afektif dan aspek psikomotorik.
Acapkali tanpa benar-benar dihayati, pendidikan yang kita (keluarga, sekolah) berikan hanya bertujuan mengembangkan kecerdasan intelektual anak. Orang tua dan pihak sekolah bangga dan puas apabila anak memiliki pengetahuan yang banyak dan berotak cerdas. Anak akan dihargai dan menerima pujian karena ia pandai. Kita lupa, bahwa bukan hanya itu yang dibutuhkan anak untuk berhasil dalam hidupnya di kemudian hari. Beberapa waktu belakangan ini muncul pula pengetahuan baru tentang adanya bermacam-macam kecerdasan yang lain, yang tidak kalah pentingnya bagi manusia. Kita mengenal adanya kecerdasan emosional, dan juga kecerdasan spiritual atau gabungan dari keduanya. Kecerdasan emosional meliputi kemampuan seseorang untuk mengelola perasaan-perasaannya, yang sangat penting dalam menjalin relasi dengan orang lain, sedangkan kecerdasan spiritual membuat orang mampu menyadari makna hidupnya.
Bahan PA kali ini akan menyoroti perkembangan manusia dalam aspeknya yang menyeluruh. Diharapkan melalui PA kali ini kita akan disadarkan kembali tentang bagaimana seharusnya kita mendidik anak-anak kita.
Injil Lukas pasal 2: 41 – 52 ini tidak secara eksplisit menguraikan tentang pendidikan; namun itu tidak berarti tidak ada persoalan pendidikan yang tersirat di sana. Kisahnya sendiri adalah tentang masa kanak-kanak Yesus. Ketika Ia berusia 12 tahun, sebagai “Anak Torat”, untuk pertama kalinya Ia dibawa oleh orang tuanya ke Bait Allah di Yerusalem. Sesudah Yusuf dan Maria selesai dengan ibadah mereka, mereka pun kembali ke Nazaret. Tanpa mereka sadari, ternyata Yesus tidak ikut serta pulang. Ketika mereka sadar, mereka segera mencari Yesus. Karena Yesus tidak ditemukan, mereka pun kembali lagi ke Yerusalem. Di sana mereka mendapati Yesus sedang berbincang-bincang dengan para alim ulama, sambil mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Mereka sangat heran akan kecerdasan-Nya. (ayat 47)
Ketika orang tua Yesus mengajak-Nya pulang, Yesus mengatakan bahwa Ia harus berada di rumah Bapa-Nya, sebuah jawaban yang tidak mereka pahami maknanya. Namun toh sesudah Yesus mengucapkan kata-kata itu, Ia pun pulang bersama Yusuf dan Maria. Ia tinggal dalam asuhan mereka. Kisah diakhiri dengan sebuah catatan penting: “Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besarnya, dan makin dikasihi Allah dan manusia” (ayat 52).
Yang menjadi pertanyaan penting berkaitan dengan kemampuan Yesus berdialog dengan para alim ulama dan bahwa Ia bertambah hikmat-Nya adalah:”Dari manakah semuanya itu Ia peroleh?” Bagaimana Yesus bisa begitu cerdas dan berhikmat? Jawaban yang paling gampang dan yang tampak “menghormati” Yesus adalah “karena Ia Anak Allah”. Jawaban yang mudah, namun ….apakah tepat?
Tak dapat disangkal, bahwa Ia adalah Anak Allah. Namun yang sering dilupakan adalah bahwa Ia juga seorang manusia. Ke-manusia-an-Nya tidaklah berkurang sedikitpun sekalipun Ia Anak Allah, bahkan Allah sendiri. Ia tidak berpura-pura menjadi manusia, dan Yusuf serta Maria juga tidak mengasuh seseorang yang “seperti manusia”. Yusuf dan Maria membesarkan Yesus sama seperti orang tua lainnya membesarkan anak-anak mereka. Mereka memberi-Nya makan, dan… mengapa juga tidak pendidikan? Sebagai orang tua Yahudi yang saleh, mereka bisa dipastikan mendidik kanak-kanak Yesus dengan (paling tidak) ajaran agama Yahudi. Selain itu, kita mengenal adanya semacam asrama (disebut= kibutz) untuk anak-anak yang belajar dibawah guru-guru pada waktu itu. Pengetahuan Yesus tidaklah bisa dilepaskan dari peran orang tua, sekalipun Alkitab tidak menceritakannya secara eksplisit
Yesus juga “bertambah hikmat-Nya, dan makin dikasihi Allah dan manusia”. Bukankah ini menunjukkan bahwa Yesus adalah seorang anak yang dapat menjalin relasi dengan baik dengan orang lain? Dalam bahasa masa kini, Ia memiliki kecerdasan emosional. Dan bukankah sementara itu, Ia juga makin dikasihi Allah? Itu berarti, Yesus tidak sekadar dikasihi manusia (teman-teman-Nya) karena Ia mau menyesuaikan diri begitu saja dengan mereka, sekalipun untuk itu Ia harus “mengecewakan Allah”? Tidak! Yesus dikasihi manusia, namun Ia juga dikasihi Allah. Dapat saja terjadi (masa kini banyak), seseorang dapat diterima lingkungannya, sekalipun (atau justru dengan) Ia melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah! (silahkan mencari contoh sendiri, yang menunjukkan hal ini, yang kadang-kadang sangat memuakkan dan sungguh tidak pantas dilakukan oleh orang Kristen. Tujuan dari semuanya itu tidak lain adalah untuk kepentingan/keamanan diri sendiri. Dengan demikian, sebenarnya Ia bukan lagi orang yang ber-Tuhan, atau ber-Tuhan, dengan diri sendiri menjadi Tuhan)


BAHAN DISKUSI
1. Selama ini, apa yang telah kita lakukan untuk pendidikan anak-anak kita? Hal-hal apa saja yang menyita banyak perhatian kita (orang tua – Sekolah – Gereja) dalam mengembangkan anak-anak kita? Sudahkah pendidikan yang kita berikan itu meliputi semua aspek dalam diri manusia yang perlu kita perhatikan? Kalau belum, mengapa dan apa kendalanya?
2. Menurut pendapat Saudara, apakah situasi yang kita alami sekarang ini di Negara kita ada sangkut pautnya dengan persoalan pendidikan? Bila ada, dalam hal apa dan bagaimana? Adakah usulan Saudara tentang pendidikan di Indonesia?
3. Bagaimana sekolah-sekolah Kristen dapat “Menghasilkan” manusia-manusia yang “Dikasihi Allah dan manusia”? Mungkinkah hal itu dilakukan? Bagaimana caranya?
5. Nyanyian Akhir
6. Doa Penutup

“Selamat ber-PA, Tuhan memberkati”
Pekan Pendidikan Kristen tahun 2006

0 comments:

 

Pemahaman Alkitab GKJ Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez