Sunday, November 23, 2008

Kuasa Untuk Mengampuni


PEMAHAMAN ALKITAB KELUARGA
Rabu, 05 September 2007
Tema : “KUASA UNTUK MENGAMPUNI”
Bacaan : Kejadian 45:1-15; 50:15-21
1. NYANYIAN PEMBUKAAN
2. DOA PEMBUKAAN
3. PEMBACAAN ALKITAB : KEJADIAN 45: 1-15; 50: 15-21
4. PENGANTAR PA :
Sering kali kekerasan terjadi disebabkan oleh kemarahan, sakit hati dan balas dendam. Bahkan tidak jarang pembalasan itu lebih kejam daripada perbuatan jahat yang dibalaskan. Padahal kita tahu bahwa sikap saling membalas ini tidak akan pernah dapat menyelesaikan persoalan. Coba saja kita perhatikan cerita-cerita silat yang selalu berkisar pada dendam dan usaha membalaskan dendam; entah dendam orangtua atau gurunya. Pada umumnya cerita akan tamat setelah semua yang jahat mati. Namun, pengarang cerita dengan cerdik akan memulai serial yang baru dengan memunculkan anak atau murid dari salah satu tokoh penjahat yang mati. Dengan penuh dendam ia akan mencari pendekar yang membunuh ayah atau gurunya. Jadi, ceritanya tidak pernah tamat karena ada sikap saling membalas.
Sakit hati dan dendam hanya bisa diselesaikan melalui pengampunan. Tetapi justru hal itulah yang paling sulit untuk dilakukan oleh orang yang sedang sakit hati dan menyimpan dendam. Mudah menasihati orang untuk memaafkan; namun bila itu menyangkut diri sendiri, wah betapa sulitnya! Terkadang ada orang yang mau memaafkan setelah persoalan dijernihkan dan yang bersalah mengakui kesalahan atau minta maaf. Namun, ada lebih banyak persoalan yang tidak selesai; dan bila masing-masing pihak yang berselisih merasa benar, maka tidak akan ada permintaan maaf. Dan persoalan yang tidak selesai sering kali menjadi semacam “bom waktu” saja. Awalnya orang yang sakit hati itu tidak membalas kejahatan orang lain tersebut dengan seketika. Ia bersikap diam karena tahu akan akibat jangka panjangnya bila ia membalasnya. Tetapi bersikap diam saja ternyata bukan suatu penyelesaian. Dendam dan amarah yang disimpan itu bisa berakibat buruk bagi kesehatan fisik maupun jiwanya sendiri. Dan bukan tidak mungkin bahwa pada suatu saat ketika ia kehilangan kontrol diri, dendam itu bisa meledak dalam bentuk suatu pembalasan yang sangat kejam.
Dendam dan amarah adalah suatu kuasa yang bisa mengendalikan tindakan kita ke arah yang negatif. Karena itu kita membutuhkan kuasa lain yang dapat mengalahkan kuasa dendam dan amarah tersebut, yakni kuasa untuk mengampuni. Tetapi di manakah dan bagaimanakah caranya kita dapat memperoleh kuasa untuk mengampuni? Marilah kita belajar dari Kisah Yusuf yang mampu mengampuni kejahatan saudara-saudaranya.
Dalam kejadian 37 dikisahkan bahwa Yusuf adalah anak kesayangan ayahnya, Yakub. Dan Yusuf sering menceritakan kejahatan saudara-saudaranya. Hal ini menimbulkan rasa benci di hati saudara-saudaranya. Terlebih lagi ketika Yusuf menceritakan mimpinya yang mudah diartikan sebagai perlambang bahwa saudara-saudaranya, bahkan ayah-ibunya, akan menyembah dia. Kebencian itu menyebabkan saudara-saudaranya bertindak jahat. Yusuf hampir dibunuh di padang rumput, tetapi akhirnya ia dimasukkan ke dalam sumur yang kering lalu dijual kepada pedagang budak. Oleh pedagang budak itu, Yusuf dijual ke Mesir kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun.
Dalam kejadian 39 dikisahkan bahwa di rumah Potifar, Yusuf bekerja dengan baik dan diberkati Tuhan sehingga ia dipercaya oleh Potifar untuk mengatur rumah tangganya. Ketika istri Potifar ingin berbuat serong dengannya dan ia menolak ajakan itu, Yusuf difitnah dan dimasukkan ke dalam penjara. Tetapi sekali lagi, Tuhan memberkati pekerjaan Yusuf di dalam penjara sehingga ia dipercaya oleh Kepala penjara menjadi pengurus tahanan yang lain.
Akhirnya ketika Yusuf dapat mengartikan mimpi Firaun dan menyelamatkan negeri Mesir dari bencana kelaparan, ia dijadikan raja muda di mesir. Ketika itulah saudara-saudaranya datang untuk membeli makanan ke Mesir. Yusuf mengenali saudara-saudaranya ketika mereka datang, namun mereka tidak mengenalinya. Setelah Yusuf memperkenalkan diri dan mendapat kepastian bahwa ayahnya masih hidup dengan sehat, ia memberikan tanah Gosyen sebagai tempat tinggal mereka dalam pengungsian. Disanalah Yusuf memelihara ayah dan seluruh kelaurga saudara-saudaranya.
Sebenarnya pada saat itu Yusuf sudah mengampuni saudara-saudaranya. Ia bahkan membalas kejahatan saudara-saudaranya dengan kebaikan yang berlimpah-limpah. Namun, saudara-saudaranya yang telah menerima begitu banyak kebaikan hati Yusuf tidak percaya bahwa Yusuf telah dengan sepenuh hati mengampuni mereka. Mereka tetap pada keyakinan bahwa Yusuf masih menyimpan dendam. Mereka menduga bahwa segala kebaikan hati Yusuf itu hanyalah bermaksud untuk menjaga perasaan ayahnya yang sudah lanjut usia, supaya ia tidak sdih bila melihat anak-anaknya berseteru. Itulah sebabnya ketika ayah mereka meninggal dunia, saudara-saudara Yusuf merasa sangat ketakutan karena menyangka bahwa saat pembalasan telah tiba. Karena itu, mereka menyuruh seorang untuk menghadap Yusuf sambil membuat cerita seolah-olah ayahnya telah berpesan agar Yusuf mau mengampuni saudara-saudaranya. Kemudian saudara-saudaranya sendiri datang bersujud di depan Yusuf dan menyerahkan diri untuk dijadikan budak saja. Mungkin bagi mereka, masih jauh lebih baik dijadikan budak daripada menerima hukuman yang sangat berat. Atau setidaknya itulah hukuman yang setimpal bagi mereka mengingat kejahatan mereka ketika menjual adiknya sebagai budak.
Tetapi Yusuf berkata kepada mereka; “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah?” rupanya Yusuf sadar bahwa hak untuk menghukum atau membalas kejahatan orang adalah hak Allah semata (bnd. Ulangan 32:35; Rm. 12: 19). Dan ia tidak mau menempatkan diri sebagai pengganti Allah untuk menjatuhkan hukuman.
Dalam ayat 20 ia mengatakan:”Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar“. Jadi, Yusuf tidak melupakan kejahatan saudara-saudaranya, tetapi ia melihat dengan jelas dalam perjalanan hidupnya bahwa campur tangan Allah yang telah memanfaatkan kejahatan saudara-saudaranya tersebut untuk mendatangkan kebaikan.
Selanjutnya ia menghibur saudara-saudaranya dengan tetap menjamin kebutuhan hidup mereka dan anak-anak mereka. Dari sikap Yusuf ini kita melihat ada suatu kuasa yang luar biasa pada diri Yusuf sehingga ia sanggup mengampuni kejahatan saudara-saudaranya bahkan membalas kejahatan itu dengan kebaikan (bnd. Roma 12: 20-21)

BAHAN DISKUSI
1. Menurut Saudara, apa arti atau hakikat “mengampuni” itu?
2. Ketika kita mengalami kejahatan atau perlakuan tidak adil, hal apa yang menjadi penghalang utama bagi kita untuk bisa mengampuni orang yang bersalah kepada kita?
3. Setelah saudara-saudara Yusuf menerima kebaikan hatinya mengapa mereka tetap tidak percaya bahwa Yusuf sudah mengampuni mereka dan bahwa kebaikannya itu adalah tulus?
4. Bagaimanakah Yusuf memandang atau menempatkan dirinya sendiri di hadapan Tuhan dan sesamanya?
5. Jadi, apa yang menyebabkan Yusuf mampu mengampuni saudara-saudaranya, jauh sebelum mereka datang meminta pengampunan kepadanya?

5. NYANYIAN AKHIR
6. DOA PENUTUP

“Selamat ber-PA, Tuhan memberkati”

0 comments:

 

Pemahaman Alkitab GKJ Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez